Monday, March 16, 2015

Manusia-dosa-taubat-ampunan Allah SWT---sedikit syarah Arbain ke 42 mengenai ampunan Allah SWT

Dan dari Anas bin Malik radhiallohu ‘anhu beliau berkata: Rosululloh shalallohu ‚alaihi wa sallam bersabda: “Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman: ‘Wahai anak adam, sesungguhnya jika engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu dan Aku tidak akan memperdulikannya lagi. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu memenuhi seluruh langit, kemudian engkau memohon ampun padaku, niscaya Aku akan mengampunimu. Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau menjumpaiku dalam keadaan tidak berbuat syirik dengan apapun niscaya aku akan datang kepadamu dengan pengampunan sepenuh bumi pula. (HR Tirmidzi, beliau berkata: “hadits ini hasan”) Wallohu a’lam, semoga sholawat tercurah pada nabi Muhammad.

        I.
Manusia lahir ke dunia pada dasarnya selalu dalam keadaan fitrah (suci) QS 30:30, dan secara instinctive akan mengakui keEsaan Allah SWT, meskipun pada akhirnya manusia berbalik arah dan ingkar terhadap Allah SWT mereka sesungguhnya tetap memiliki karakteristik internal yang melekat untuk selalu mengakui keberadaan Allah SWT. Akan tetapi, meskipun fitrah ini dasarnya tidak dapat ditentang, fitrah bukanlah aspek ruhaniyah/ insting manusia yang kuat sehingga sangat mudah sekali diarahkan dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sebagaimana Rasulullah bersabda “setiap anak lahir dalam keadaan suci dan cenderung menyembah Allah SWT, akan tetapi orangtuanya-lah yang menjadikannya yahudi (judaisme), nasrani (christianity) dan zoroastrian”.

      II.       

Manusia
Kecenderungan sifat dasar manusia dalam perspektif Islam meliputi kebaikan dan keburukan (Good & Evil). Ruh manusia yang fitrahnya adalah baik, dan memiliki kemampuan bertindak baik, memiliki juga kecenderungan/potensi untuk berbuat buruk. Meski demikian, di dalam memutuskan untuk melakukan suatu tindakan, manusia yang kafir sekalipun pada mulanya akan lebih cenderung untuk berbuat baik ketimbang melakukan keburukan. Sebagai bukti adalah tata kelola kehidupan di negara-negara sekuler yang menampakkan elemen-elemen kebaikan, hal ini semata merupakan bukti dari keberadaan fitrah manusia sebagai mahluk dengan ruh yang fitrah (suci) dan cenderung menginginkan kebaikan.
Iblis dan syetan, di sisi lain merupakan bentuk ujian yang diizinkan oleh Allah karena bisa saja jika Allah berkehendak untuk menciptakan seluruh isi bumi ini baik maka dengan mudah hal ini dapat dilakukan olehNya. Akan tetapi Allah memiliki maksud untuk menegakkan nilai-nilai akuntabilitas (kebertanggungjawaban) sehingga manusia selaku mahluk ciptaan Allah yang paling tinggi derajatnya, mampu berperilaku yang membedakan dirinya dari ciptaan Allah yang lain. Perbedaan antara manusia dengan mahluk lain yang diciptakan oleh Allah terletak pada akalnya, yang menjadi sumber dari kehendak bebas (free will) . Kehendak bebas merupakan  aspek dasar ketika terjadi proses menimbang untuk memutuskan melakukan kebenaran atau keburukan.
Bagaimanapun juga, kehendak bebas sangatlah terbatas dan tidak berkekuatan absolut. Ia memiliki batasan, kehendak manusia tetap bersumber kepada Allah, hal ini didasari oleh QS 76:30. Kehendak manusia tidaklah akan terwujud kecuali atas kehendak Allah. Ini artinya, bukan berarti manusia sama sekali tidak dapat berkehendak, akan tetapi yang lebih ditekankan adalah manusia memiliki keleluasaan untuk menentukan pilihan (berbuat baik atau berbuat dosa) dan melakukan ikhtiar-ikhtiar, dan bukanlah menentukan suatu hasil akhir. Setiap pilihan tersebut akan dimintai pertanggung jawaban dan menentukan nasib hidup manusia setelah matinya.
Manusia terlahir suci, bukan terlahir dalam keadaan berdosa, namun manusia juga memiliki sifat-sifat dasar yang disebutkan di dalam ayat-ayat Alquran. Diantaranya adalah :
1)      Terlahir sebagai mahluk yang lemah dan memang diciptakan sebagai mahluk yang lemah QS 4: 28.
2)      Mudah terperdaya (Q.S Al-Infithar : 6) 
3)      Lalai.  (Q.S At-takaatsur  :1)
4)      Penakut (Q.S Al-Baqarah 155)
5)      Bersedih hati.   (Q.S Al Baqarah: 62)
6)      Tergesa-gesa. (Al-Isra’ 11)
7)      Suka membantah. (Q.S. an-Nahl 4)
8)      Berlebih-lebihan.  (Q.S Yunus : 12); (Q.S al-Alaq : 6)
9)      Pelupa. (Q.S Az-Zumar : 8 )
10)  Suka berkeluh-kesah. (Q.S Al Ma’arij : 20)
11)  Kikir.  (Q.S. Al-Isra’ : 100)
12)  Suka kufur nikmat.  (Q.S. Az-Zukhruf  : 15) Sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, (Q.S. al-’Aadiyaat : 6)
13)  Zalim dan bodoh.  (Q.S al-Ahzab : 72)
14)  Suka menuruti prasangkanya.  (Q.S Yunus 36)
15)  Suka berangan-angan  (Q.S al Hadid 72)
Dengan ke lima-belas sifat tersebut sudah pasti manusia memiliki potensi besar melakukan dosa-dosa yang merupakan bentuk dari keingkaran atau ketidak patuhan manusia terhadap Allah SWT. Terlebih di era global saat ini dimana nilai-nilai postmodernis telah mendunia dan dijadikan landasan perbuatan oleh manusia. Sangat nampak nilai-nilai baik dan buruk sudah relatif memudar dan tidak lagi dipedulikan oleh umat manusia, persoalan ini menjadikan kemampuan manusia semakin rendah untuk melihat mana yang baik mana yang buruk, bahkan hal buruk sangat nampak baik. Bahkan, di negara-negara barat, kata-kata sin (dosa) dan guilty (merasa bersalah) sudah menjadi tren untuk menggambarkan suatu hal yang nikmat, menarik, mengasyikan, sangat menggairahkan dan menyenangkan. Seperti contohnya guilty trip merupakan terminologi yang menggambarkan aktivitas traveling bersenang-senang yang dipenuhi aktivitas berupa menikmati kuliner, clubbing, shopping, relaxing dan menikmati pemandangan (sight-seeing).
Taubat dan istighfar
Dosa yang harus dimintai pengampunannya terdiri dari dosa terhadap Allah SWT, dan dosa terhadap sesama manusia. Pertaubatan manusia memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi, diantaranya adalah : 1) Menyesali dengan sungguh-sungguh terhadap dosa yang telah dilakukan. Bentuk penyesalan ini semestinya terwujud dalam perasaan-perasaan seperti sedih, rasa tidak patut, dan malu telah melanggar syariat Allah SWT. 2) Bertekad dengan sungguh-sungguh untuk tidak lagi mengulangi dosa serupa. 3) Meninggalkan perkara-perkara yang menjadi jalan untuk melakukan dosa serupa seperti misalnya lemah dalam melakukan ibadah mahdah, seringkali membuat manusia menjadi lalai dan mudah saja untuk melakukan dosa-dosa. Sedangkan untuk dosa yang dilakukan pada sesama, untuk bertaubat diperlukan syarat tambahan berupa permintaan maaf dan permintaan agar diikhlaskan perbuatan salah tersebut barulah Allah SWT akan mengampuni. Nampak bahwa derajat dosa terhadap sesama lebih tinggi dan harus melalui proses permintaan maaf dan agar diikhlaskan (4 syarat), ketimbang dosa yang dilakukan manusia secara langsung kepada Allah SWT (3 syarat). Pertaubatan tersebut harus senantiasa disertai dengan sikap penuh keikhlasan, penuh harap terhadap ampunan Allah, keyakinan akan ampunan Allah dan kepasrahan mutlak (total surrender). Maka permasalahan ini menjawab kenapa Islam diturunkan dan rasulullah SAW diutus ke dunia, adalah semata untuk memperbaiki akhlak manusia. Jika diperhatikan lagi, maka komposisi ajaran syariat Islam 75% diantaranya mengajarkan untuk perbaikan akhlak yang mengatur adab berhubungan dengan sesama mahlukNya, sedangkan 25% selebihnya mengajarkan ibadah-ibadah mahdah yang ditujukan langsung kepada Allah SWT.
Makna taubat adalah merasakan segala perasaan penyesalan, bersedih, malu, merasa tidak layak/patut terhadap perbuatan buruk yang telah dilakukan. Sedangkan ekspresi dalam bentuk kata-kata dan sikap memohon ampunan Allah diistilahkan sebagai istighfar. Taubat dan istighfar merupakan perbuatan yang meninggikan derajat manusia, disamping menghapuskan dosa-dosa. Seluruh Rasulullah yang diutus di muka bumi yang terjamin kehidupannya di akhirat diriwayatkan melafalkan istighfar dan bertaubat. Terlebih rasulullah Muhammad SAW sebagai para penghulu nabi selalu bertaubat dan beristighfar tidak kurang dari 100 kali dalam satu hari. Karena istighfar dan taubat ini tidak selalu dilakukan manakala manusia telah melakukan dosa-dosa. Istighfar juga merupakan bentuk sikap yang disertai kesadaran dan mengingat akan Allah swt dan adalah salah satu cara yang baik yang dapat dilakukan oleh manusia di dalam membangun hubungan dengan Allah SWT.

Istighfar diajarkan oleh rasulullah Muhammad agar dilafalkan manakala kita mengalami segala bentuk kelupaan, seperti misalnya lupa bersyukur, lupa terhadap suatu hal dan lain sebagainya. Istighfar sekali lagi bukan hanya dilakukan manakala manusia bertindak membangkang dari syariat Allah, namun juga merupakan upaya untuk meninggikan dan memuliakan derajat diri. Karena ketaqwaan merupakan satu-satunya skala yang digunakan Allah di dalam menilai mulia atau tidaknya seorang hamba. Seorang hamba yang bertaqwa tentu selalu merasakan bahwa segala bentuk ibadah, penghambaan, upaya-upaya yang dilakukannya untuk Allah tidak pernah dapat sebanding dengan segala hal yang dikaruniakan Allah kepada manusia. Untuk memohon keridhoan Allah terhadap ketidak sebandingan ini maka rosulullah meneladani kita umat manusia dengan sesering mungkin beristighfar.  Dan salah satu penghulu istighfar disebut dengan sayidul istighfar yang setiap pagi dan sore inshaAllah diamalkan melalui dzikr alma’tsurat. 

Pernah diriwayatkan bahwa Umar RA pernah menegur seseorang yang memohon ampun secara eksplisit dengan doa yang diucapkan secara langsung seperti “Ya Allah aku memohon ampun kepada Allah”. Istighfar yang paling mulia, paling besar pahalanya, dan paling besar peluangnya untuk dikabulkan adalah istighfar yang dimulai dengan memuji Allah, kemudian mengakui segala dosa yang dilakukan. Setelah itu meminta ampun kepada Allah.

Penjelasan Hadis Arbain no 42.
Dan dari Anas bin Malik radhiallohu ‘anhu beliau berkata: Rosululloh shalallohu ‚alaihi wa sallam bersabda: “Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman: ‘Wahai anak adam, sesungguhnya jika engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu dan Aku tidak akan memperdulikannya lagi. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu memenuhi seluruh langit, kemudian engkau memohon ampun padaku, niscaya Aku akan mengampunimu. Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau menjumpaiku dalam keadaan tidak berbuat syirik dengan apapun niscaya aku akan datang kepadamu dengan pengampunan sepenuh bumi pula. (HR Tirmidzi, beliau berkata: “hadits ini hasan”) Wallohu a’lam, semoga sholawat tercurah pada nabi Muhammad.

Hadits ini, memiliki urgensi yang secara mutlak menyampaikan kabar gembira kepada manusia yang masih memiliki iman. Allah ingin menekankan bahwa pengampunanNya sangatlah luas dan agar manusia selalu hidup dengan pengharapan dan tidak putus asa atas dosa yang telah dilakukan. Dan merupakan bukti tertulis bahwa Allah maha luas pengampunannya, maha besar kasih sayangnya meski manusia melakukan dosa-dosa besar yang sangat Allah SWT benci sekalipun. Bahkan Rosulullah SWT bersabda ketika menggambarkan bagaimana perasaan Allah manakala manusia pendosa kembali bertaubat itu diibaratkan melebihi derajat nilai kebahagiaan seorang manusia yang menemukan kembali hewan ternaknya yang menghilang. Meskipun demikian manusia diajarkan oleh rosulullah agar tidak terlena dalam dosa dan terhalang untuk bertaubat. Hadits ini juga menguatkan ayat Alquran di bawah ini :
قُلْ يَاعِبَادِي الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لاَتَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: “Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Az Zumar: 53)
Kemudian Alloh jalla wa ‘ala berfirman pada hadits ini: “sesungguhnya jika engkau berdoa dan berharap kepada-Ku”. Kalimat ini menjelaskan bahwa doa disertai dengan harapan akan menyebabkan Allah SWT mengabulkan permohonan ampun. Sikap lemah dalam berhusnudzon terhadap segala kebaikan Allah SWT adalah sikap lain yang hanya akan merugikan manusia itu sendiri, manusia adakalanya bersikap lemah dalam berhusnudzon, hal ini sekali lagi disebabkan oleh sifat-sifat dasar manusia sebagaimana dicantumkan dalam Alquran, dan motivasi dari generasi para iblis dan syetan yang membisikkan keburukan. Rosulullah SAW pernah bersabda bahwa “Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman: ‘Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku pada-Ku maka hendaklah berprasangka pada-Ku sebagaimana dia kehendaki”. Sehingga sangat dianjurkan bagi manusia untuk senantiasa mengutamakan bersikap husnudzon billah.
Seorang manusia yang telah bertekad untuk melakukan pertaubatan hendaknya melakukan ibadah-ibadah qolbiyah (ibadah hati). Ibadah-ibadah hati yang dimaksudkan adalah proses penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) yang dilalui melalui beberapa tahapan yaitu 1. Sholat malam, 2. Dzikr, 3. Puasa, 4. Berkumpul dengan orang sholeh, 5. Membaca alquran beserta maknanya.
Daqiqil dalam syarahnya menjelaskan bahwa Pengampunan (المغفرة) memiliki makna menutup bekas-bekas dosa di dunia dan akhirat. Pengampunan tidak sama dengan menerima taubat, karena pengampunan memiliki makna menutup (ستر). Mengampuni sesuatu (غفر الشيء) memiliki makna menutup sesuatu (ستره). Menutup dosa-dosa memiliki makna bahwa Alloh jalla wa ‘ala akan menutup dampak-dampak dosa di dunia dan akhirat. Dampak dosa di dunia adalah balasan atas perbuatan dosa tersebut di dunia, sedangkan dampak dosa di akhirat adalah balasan atas perbuatan dosa tersebut di akhirat. Barang siapa yang memohon ampun pada Alloh jalla wa ‘ala maka dia akan diampuni oleh Alloh. Barang siapa yang meminta pada Alloh agar Ia menutupi dampak dosanya di dunia dan akhirat maka Alloh akan menutupinya. Alloh akan menutup dampak dosa-dosanya dengan tidak memberikan balasan atas dosanya di dunia dan akhirat.” Penjelasan tersebut menunjukkan betapa tingginya kemanfaatan (benefit) dari sebuah pertaubatan, dan jika dilakukan dengan benar, maka manusia atas izin Allah akan terbebas dari azab  di dunia dan siksaan di akhirat sebagai konsekuensi atas dilakukannya perbuatan dosa.
Di dalam hadits ini juga terdapat pesan yang mendorong agar manusia senantiasa memohon ampun dengan beristighfar. Bahkan Daqiqil mengatakan meskipun manusia telah beristighfar sedikitnya 70 kali dalam satu hari niscaya upaya tersebut tidak sebanding dengan besarnya dosa dan kelupaan kita dalam hidup. Maka manusia dianjurkan untuk beristighfar dan menyesal atas perbuatan-perbuatannya, dan Allah adalah maha pengampun meski dosa manusia sebesar langit dan bumi.
Hal tersebut berlaku hanya jika manusia tidak dalam keadaan berbuat syirik, baik itu syirik besar, syirik kecil (sombong) yang tersembunyi ataupun yang tampak. Kondisi ini juga harus disertai dengan hati yang ikhlas dan berorientasi hanya kepada Allah SWT.
Hadis ini memiliki kandungan agar manusia senantiasa memohon ampun, dengan terus mengupayakan terpenuhinya syarat-syarat sebab diberikannya ampunan yang terdiri dari :
1)      doa dengan diiringi harapan agar dikabulkan, dengan syarat : konsentrasi (kehadiran hati saat berdoa) dan penuh harap, penuh keyakinan, bersungguh-sungguh, tidak terburu-buru, dan hanya menggunakan rizeki yang halal.
2)      Memohon ampun. Hal terpenting di dalam hidup ini adalah memohon ampun dari segala dosa, dijauhkan dari siksa neraka dan berharap memperoleh syurga dan semua itu hanya akan terwujud hanya dengan izin dan ridho dari Allah SWT.
3)      Menyadari bahwa adakalanya Allah berkehendak lain sehingga doa manusia terkadang dialihkan pada hal lain yang lebih baik, dan bersikap ikhlas atas segala ketentuan dari Allah karena hanya Allah yang tahu apa yang terbaik bagi manusia.
4)      Memperhatikan adab-adab dalam berdoa : didahului dengan berwudhu dan sholat, memohon ampunan, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, membuka doa dengan pujian kepada Allah dan sholawat nabi, mengucap sholawat nabi di pertengahan dan akhir doa, mengucapkan amin, berdoa dengan bentuk yang umum dan tidak hanya untuk diri sendiri, berbaik sangka kepada Allah dan berharap untuk dikabulkan, mengakui semua dosa, dan merendahkan suara.
5)      Meminta ampun tidak peduli seburuk apa perbuatan salah dan sebesar apapun dosa.
-Wallahualam bisshowab.-

        I.            Kesimpulan
Melalui proses pengkajian hadits arbain ke 42 ini dapat disimpulkan beberapa poin penting yang sangat krusial dimengerti oleh manusia mengenai Allah SWT dalam permasalahan pertaubatan. Poin-poin tersebut diantaranya adalah :
1)        Manusia pada fitrahnya adalah suci, dan cenderung melakukan kebaikan.
2)        Akan tetapi dalam proses menjalani hidup sebagaimana Alquran mendalilkan, bahwa manusia memiliki sifat-sifat yang menjadikannya berpotensi untuk berbuat dosa.
3)        Kita sebagai manusia yang memiliki akal, hendaknya senantiasa memikirkan segala tindakan yang hendak dilakukan dan dipertimbangkan apakah tindakan tersebut termasuk kategori perbuatan yang disukai atau dibenci oleh Allah SWT.
4)        Allah SWT memberikan mekanisme pensucian dosa melalui pertaubatan, istighfar (mencari ampunan Allah). Taubat dan istighfar merupakan perilaku utama seorang hamba dengan iman sejati. Taubat berarti merasakan penyesalan terhadap perbuatan buruk yang telah dilakukan dan istighfar merupakan bentuk penyesalan yang diekspresikan melalui kata-kata dan memohon ampunan dari Allah.
5)        Ampunan Allah selalu dan senantiasa lebih besar dari dosa-dosa manusia dan Allah menyenangi manusia yang segera bertaubat atas perbuatan dosa-dosanya. Hadits ini memberikan optimisme kepada para muslim dan muslimat bahwa selama mereka tidak menyekutukan Allah SWT mereka akan selalu memperoleh kesempatan untuk bertaubat dan diampuni  oleh Allah SWT yang maha pengasih, maha penyayang dan maha pengampun.
Sumber
Ibnu Daqiqil Ied. Syarhul Arbaiina Hadiitsan An Nawawiyah. Penerjemah : Muhammad Thalib. Media Hidayah Yogyakarta : 2005. pdf
Syaikh Shalih bin ‘Abdul Aziz Alu. Penjelasan Hadits Arba’in No. 42. Diterjemahkan Oleh: Abu Fatah Amrulloh dari
Indra Wibowo (Pendiri Mualaf Center Indonesia). Ini 15 Sifat Manusia dalam Alquran. Sumber : http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/14/11/09/ner00l-ini-15-sifat-manusia-dalam-alquranSunday, 09 November 2014, 08:26 WIB 
No name. Syarat Taubat Atas Dosa Dengan Allah Dan Manusia sumber online : http://www.usahataqwa.com/rohaniah/syarat-taubat. diakses pada 15 Maret 2014. 8:29 AM.
No name. Istighfar :  seeking Forgiveness from Allah. Sumber online : http://www.teachislam.com/dmdocuments/145/Dua/Articles/Istighfar%20seeking%20Forgiveness%20from%20Allah.pdf. Diakses pada 15 Maret 2015 : 9:33 AM

Sunday, February 15, 2015

Menungso kuwi butuh obah (Manusia itu butuh bergerak)

Bergerak itu sebenarnya adalah keniscayaan. Jika orang berhenti bergerak, hakikatnya ia telah mati. Bergerak itu sunatulloh lho…orang kalo ngga gerak, baik itu secara fisik maupun jiwa, pasti lama2 fungsi-fungsi organnya melemah. Baik itu organ tubuh maupun organ jiwa. Maksudnya organ jiwa itu ya mental, sense kebergerakannya, sensitifitasnya, energi jiwanya, kemampuan sosialnya juga melemah.

Secara fisik saja ya, misalnya, seseorang cenderung diam, tidak bergerak, apa yang akan terjadi? Ya obesitas, itu yang paling kelihatan, setelah menderita obesitas, penyakit lain akan mulai menjangkiti tubuh. Mulai dari dengkul dan kaki yang sakit karena keberatan nopang massa tubuh, kepala dan leher sering cenut-cenut dan kaku karena kolesterol tinggi, otot –otot tubuh juga jadi lemah, karena tidak pernah dilatih dan dipakai.  Bukan bermaksud menyindir kawan-kawan yang bertubuh gemuk lho ya…ada juga orang-orang yang memang bergenetik gemuk. Nah… masalahnya, orang yang bergenetik gemuk ini juga besar kecenderungan otomatisnya adalah enggan banyak bergerak. Hanya saja diperparah dengan metabolisme tubuh bawaannya yang lambat itu selalu membuatnya lebih mudah menimbun lemak ketimbang membakar lemak. Namun tetap ada kok orang gemuk yang lincah, dan orang bergenetik gemuk yang langsing. Asalkan mau secara ketat dan disiplin tinggi menjaga berat badan.
Lalu bagaimana secara kejiwaan? di sini aku akan membahas mengenai jiwa aktivis ya. Sebenernya jiwa aktivis ini bisa terjadi karena diasah lho…dan bukan bawaan ato genetik. Proses pengasahannya itu bisa dari lingkungan, terutama keluarga, namun bisa juga karena ketertarikan personal. Bahkan agama apapun sebenarnya memerintahkan agar setiap individu menjadi aktivis. Dalam Islam contohnya, dikatakan sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi sesama, ini artinya setiap individu di dorong untuk mengalokasikan pemikiran dan kepemilikannya untuk kemanfaatan sesama. Bisa sesama manusia, sesama penghuni bumi (hewan, tumbuhan bahkan bumi itu sendiri tidak pernah berhenti bergerak). Jika setiap individu tidak menolak dan melaksanakan  perintah tersebut dengan sebenar-benarnya, bisa jadi dunia ini isinya aktivis dan pembangunan peradaban Islam sekaligus lawannya akan bertumbuh dan berkembang secara seimbang.

To be continued
the ability to make mistakes allows human being to function

Berbicara mengenai hati

Manusia sebagaimana dikatakan di dalam ayat-ayat Alqur’an adalah mahluk dengan sifat lalai, lupa, bodoh, lemah, mudah terperdaya, tergesa-gesa, berkeluh kesah, penakut, berlebih-lebihan, ingkar, kufur nikmat, dan suka berangan-angan. Dengan ragam sifat tersebut maka tak heran apabila sepanjang perjalanan hidupnya dapat dilihat ulah manusia yang lahir dari hawa nafsu yaitu perbuatan ingkar terhadap perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Sifat-sifat buruk manusia yang kelak menyeretnya pada penderitaan dunia dan akhirat tersebut bersumber dari hati yang sakit, sehingga hati tersebut tidak mampu menjadi nakhoda yang mengendalikan seluruh tubuh, akal dan pikiran ke arah jalan yang diridhoi dan dicintai oleh Allah SWT. Apabila hati telah kehilangan kemampuannya untuk mengendalikan perilaku, maka manusia akan mudah tersesat dan ringan dalam melakukan dosa-dosa. Naudzubillahi min dzalik

Proses bagaimana dilakukannya sebuah dosa baik besar maupun kecil oleh manusia, sebetulnya selalu melalui beberapa tahap.  Artinya dalam setiap terjadinya sebuah dosa, Allah SWT selalu memberikan kesempatan kepada manusia untuk menarik diri (mengurungkan niat bermaksiat) dan bertaubat di sela-sela dorongan hawa nafsu dan godaan syetan. Lagi-lagi ini merupakan kinerja hati yang meski dalam keadaan hati tersebut telah sakit, Allah masih membisikkan agar manusia menjauhi maksiat. Hal ini adalah suatu bukti bahwa hati nurani manusia pada fitrahnya adalah suci dan cenderung pada kebaikan.  Lalu bagaimana prosesnya hingga hati manusia menjadi sakit, atau mati? Tentu kondisi tersebut tidak lepas dari ulah bodoh manusia itu sendiri. Sebagai contoh adalah sifat lalai yang menyebabkan manusia tidak waspada dan kurangnya pemahaman diri mengenai syariat.


Sungguh, Islam merupakan Agama yang manakala semakin dipelajari justru akan semakin menambah keimanan dan kecintaan diri manusia terhadap Allah SWT. Mudah sekali untuk berpindah dari kondisi kegelapan kepada kondisi yang selalu diliputi oleh nur cahaya Illahi, namun harus dipenuhi syaratnya. Syarat tersebut adalah kepasrahan, keikhlasan, kebersediaan diri atau hati manusia di dalam menerima cahaya dari Allah. Manakala cahaya telah masuk ke dalam hati, maka yakinlah…tidak ada hal yang lebih baik dari dunia dan seisinya selain nikmat iman.  Sesungguhnya cahaya Allah itu tersedia di sekitar manusia dan sangat dekat tidak peduli di mana pun tempat seorang manusia berada. Namun, tidak setiap manusia memiliki kemampuan untuk menangkap cahaya Allah tersebut. Oleh karena satu-satunya penolong terbaik adalah Allah…mohonlah dalam doa-doa kita agar hati ini dimampukan untuk menerima cahaya Allah.
the ability to make mistakes allows human being to function