Dan dari Anas bin
Malik radhiallohu ‘anhu beliau berkata: Rosululloh shalallohu ‚alaihi wa sallam
bersabda: “Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman: ‘Wahai anak adam, sesungguhnya
jika engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu dan
Aku tidak akan memperdulikannya lagi. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu
memenuhi seluruh langit, kemudian engkau memohon ampun padaku, niscaya Aku akan
mengampunimu. Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaku dengan
kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau menjumpaiku dalam keadaan tidak berbuat
syirik dengan apapun niscaya aku akan datang kepadamu dengan pengampunan
sepenuh bumi pula. (HR Tirmidzi, beliau berkata: “hadits ini hasan”) Wallohu
a’lam, semoga sholawat tercurah pada nabi Muhammad.
I.
Manusia lahir ke dunia pada dasarnya selalu dalam keadaan fitrah (suci)
QS 30:30, dan secara instinctive akan
mengakui keEsaan Allah SWT, meskipun pada akhirnya manusia berbalik arah dan
ingkar terhadap Allah SWT mereka sesungguhnya tetap memiliki karakteristik
internal yang melekat untuk selalu mengakui keberadaan Allah SWT. Akan tetapi,
meskipun fitrah ini dasarnya tidak dapat ditentang, fitrah bukanlah aspek
ruhaniyah/ insting manusia yang kuat sehingga sangat mudah sekali diarahkan dan
sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sebagaimana Rasulullah bersabda “setiap
anak lahir dalam keadaan suci dan cenderung menyembah Allah SWT, akan tetapi
orangtuanya-lah yang menjadikannya yahudi (judaisme), nasrani (christianity)
dan zoroastrian”.
II.
Manusia
Kecenderungan sifat dasar manusia dalam perspektif Islam meliputi
kebaikan dan keburukan (Good & Evil).
Ruh manusia yang fitrahnya adalah baik, dan memiliki kemampuan bertindak baik,
memiliki juga kecenderungan/potensi untuk berbuat buruk. Meski demikian, di
dalam memutuskan untuk melakukan suatu tindakan, manusia yang kafir sekalipun pada
mulanya akan lebih cenderung untuk berbuat baik ketimbang melakukan keburukan.
Sebagai bukti adalah tata kelola kehidupan di negara-negara sekuler yang
menampakkan elemen-elemen kebaikan, hal ini semata merupakan bukti dari
keberadaan fitrah manusia sebagai mahluk dengan ruh yang fitrah (suci) dan
cenderung menginginkan kebaikan.
Iblis dan syetan, di sisi lain merupakan bentuk ujian yang diizinkan
oleh Allah karena bisa saja jika Allah berkehendak untuk menciptakan seluruh
isi bumi ini baik maka dengan mudah hal ini dapat dilakukan olehNya. Akan
tetapi Allah memiliki maksud untuk menegakkan nilai-nilai akuntabilitas
(kebertanggungjawaban) sehingga manusia selaku mahluk ciptaan Allah yang paling
tinggi derajatnya, mampu berperilaku yang membedakan dirinya dari ciptaan Allah
yang lain. Perbedaan antara manusia dengan mahluk lain yang diciptakan oleh
Allah terletak pada akalnya, yang menjadi sumber dari kehendak bebas (free will) . Kehendak bebas merupakan aspek dasar ketika terjadi proses menimbang
untuk memutuskan melakukan kebenaran atau keburukan.
Bagaimanapun juga, kehendak bebas sangatlah terbatas dan tidak
berkekuatan absolut. Ia memiliki batasan, kehendak manusia tetap bersumber
kepada Allah, hal ini didasari oleh QS 76:30. Kehendak manusia tidaklah akan
terwujud kecuali atas kehendak Allah. Ini artinya, bukan berarti manusia sama
sekali tidak dapat berkehendak, akan tetapi yang lebih ditekankan adalah
manusia memiliki keleluasaan untuk menentukan pilihan (berbuat baik atau berbuat
dosa) dan melakukan ikhtiar-ikhtiar, dan bukanlah menentukan suatu hasil akhir.
Setiap pilihan tersebut akan dimintai pertanggung jawaban dan menentukan nasib
hidup manusia setelah matinya.
Manusia terlahir suci, bukan terlahir dalam keadaan berdosa, namun
manusia juga memiliki sifat-sifat dasar yang disebutkan di dalam ayat-ayat
Alquran. Diantaranya adalah :
1)
Terlahir sebagai mahluk yang lemah dan memang
diciptakan sebagai mahluk yang lemah QS 4: 28.
2) Mudah terperdaya (Q.S Al-Infithar : 6)
3) Lalai. (Q.S At-takaatsur :1)
4) Penakut (Q.S Al-Baqarah
155)
5) Bersedih hati. (Q.S Al Baqarah: 62)
6) Tergesa-gesa. (Al-Isra’ 11)
7) Suka membantah. (Q.S. an-Nahl 4)
8) Berlebih-lebihan. (Q.S Yunus : 12); (Q.S al-Alaq : 6)
9) Pelupa. (Q.S Az-Zumar : 8 )
10) Suka berkeluh-kesah. (Q.S Al Ma’arij :
20)
11) Kikir. (Q.S. Al-Isra’ : 100)
12) Suka kufur nikmat. (Q.S. Az-Zukhruf : 15) Sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, (Q.S.
al-’Aadiyaat : 6)
13) Zalim dan bodoh. (Q.S al-Ahzab : 72)
14) Suka menuruti
prasangkanya. (Q.S Yunus 36)
15)
Suka berangan-angan
(Q.S al Hadid 72)
Dengan ke lima-belas sifat tersebut sudah pasti manusia memiliki potensi
besar melakukan dosa-dosa yang merupakan bentuk dari keingkaran atau ketidak
patuhan manusia terhadap Allah SWT. Terlebih di era global saat ini dimana
nilai-nilai postmodernis telah mendunia dan dijadikan landasan perbuatan oleh
manusia. Sangat nampak nilai-nilai baik dan buruk sudah relatif memudar dan
tidak lagi dipedulikan oleh umat manusia, persoalan ini menjadikan kemampuan manusia
semakin rendah untuk melihat mana yang baik mana yang buruk, bahkan hal buruk
sangat nampak baik. Bahkan, di negara-negara barat, kata-kata sin (dosa) dan guilty (merasa bersalah) sudah menjadi tren untuk menggambarkan
suatu hal yang nikmat, menarik, mengasyikan, sangat menggairahkan dan menyenangkan.
Seperti contohnya guilty trip merupakan
terminologi yang menggambarkan aktivitas traveling bersenang-senang yang
dipenuhi aktivitas berupa menikmati kuliner, clubbing, shopping, relaxing dan menikmati pemandangan (sight-seeing).
Taubat dan istighfar
Dosa
yang harus dimintai pengampunannya terdiri dari dosa terhadap Allah SWT, dan
dosa terhadap sesama manusia. Pertaubatan manusia memiliki beberapa syarat yang
harus dipenuhi, diantaranya adalah : 1) Menyesali dengan sungguh-sungguh
terhadap dosa yang telah dilakukan. Bentuk penyesalan ini semestinya terwujud
dalam perasaan-perasaan seperti sedih, rasa tidak patut, dan malu telah
melanggar syariat Allah SWT. 2) Bertekad dengan sungguh-sungguh untuk tidak
lagi mengulangi dosa serupa. 3) Meninggalkan perkara-perkara yang menjadi jalan
untuk melakukan dosa serupa seperti misalnya lemah dalam melakukan ibadah
mahdah, seringkali membuat manusia menjadi lalai dan mudah saja untuk melakukan
dosa-dosa. Sedangkan untuk dosa yang dilakukan pada sesama, untuk bertaubat
diperlukan syarat tambahan berupa permintaan maaf dan permintaan agar diikhlaskan
perbuatan salah tersebut barulah Allah SWT akan mengampuni. Nampak bahwa
derajat dosa terhadap sesama lebih tinggi dan harus melalui proses permintaan
maaf dan agar diikhlaskan (4 syarat), ketimbang dosa yang dilakukan manusia
secara langsung kepada Allah SWT (3 syarat). Pertaubatan tersebut harus
senantiasa disertai dengan sikap penuh keikhlasan, penuh harap terhadap ampunan
Allah, keyakinan akan ampunan Allah dan kepasrahan mutlak (total surrender). Maka permasalahan ini menjawab kenapa Islam diturunkan
dan rasulullah SAW diutus ke dunia, adalah semata untuk memperbaiki akhlak
manusia. Jika diperhatikan lagi, maka komposisi ajaran syariat Islam 75%
diantaranya mengajarkan untuk perbaikan akhlak yang mengatur adab berhubungan
dengan sesama mahlukNya, sedangkan 25% selebihnya mengajarkan ibadah-ibadah
mahdah yang ditujukan langsung kepada Allah SWT.
Makna
taubat adalah merasakan segala perasaan penyesalan, bersedih, malu, merasa
tidak layak/patut terhadap perbuatan buruk yang telah dilakukan. Sedangkan ekspresi
dalam bentuk kata-kata dan sikap memohon ampunan Allah diistilahkan sebagai
istighfar. Taubat dan istighfar merupakan perbuatan yang meninggikan derajat
manusia, disamping menghapuskan dosa-dosa. Seluruh Rasulullah yang diutus di
muka bumi yang terjamin kehidupannya di akhirat diriwayatkan melafalkan
istighfar dan bertaubat. Terlebih rasulullah Muhammad SAW sebagai para penghulu
nabi selalu bertaubat dan beristighfar tidak kurang dari 100 kali dalam satu
hari. Karena istighfar dan taubat ini tidak selalu dilakukan manakala manusia
telah melakukan dosa-dosa. Istighfar juga merupakan bentuk sikap yang disertai
kesadaran dan mengingat akan Allah swt dan adalah salah satu cara yang baik
yang dapat dilakukan oleh manusia di dalam membangun hubungan dengan Allah SWT.
Istighfar
diajarkan oleh rasulullah Muhammad agar dilafalkan manakala kita mengalami
segala bentuk kelupaan, seperti misalnya lupa bersyukur, lupa terhadap suatu
hal dan lain sebagainya. Istighfar sekali lagi bukan hanya dilakukan manakala manusia
bertindak membangkang dari syariat Allah, namun juga merupakan upaya untuk
meninggikan dan memuliakan derajat diri. Karena ketaqwaan merupakan
satu-satunya skala yang digunakan Allah di dalam menilai mulia atau tidaknya
seorang hamba. Seorang hamba yang bertaqwa tentu selalu merasakan bahwa segala
bentuk ibadah, penghambaan, upaya-upaya yang dilakukannya untuk Allah tidak
pernah dapat sebanding dengan segala hal yang dikaruniakan Allah kepada
manusia. Untuk memohon keridhoan Allah terhadap ketidak sebandingan ini maka
rosulullah meneladani kita umat manusia dengan sesering mungkin beristighfar. Dan salah satu penghulu istighfar disebut
dengan sayidul istighfar yang setiap pagi dan sore inshaAllah diamalkan melalui
dzikr alma’tsurat.
Pernah diriwayatkan
bahwa Umar RA pernah menegur seseorang yang memohon ampun secara eksplisit
dengan doa yang diucapkan secara langsung seperti “Ya Allah aku memohon ampun
kepada Allah”. Istighfar yang paling mulia, paling besar pahalanya, dan paling
besar peluangnya untuk dikabulkan adalah istighfar yang dimulai dengan memuji
Allah, kemudian mengakui segala dosa yang dilakukan. Setelah itu meminta ampun
kepada Allah.
Penjelasan
Hadis Arbain no 42.
Dan dari Anas bin Malik radhiallohu ‘anhu beliau berkata:
Rosululloh shalallohu ‚alaihi wa sallam bersabda: “Alloh subhanahu wa ta’ala
berfirman: ‘Wahai anak adam, sesungguhnya jika engkau berdoa dan berharap
kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu dan Aku tidak akan memperdulikannya
lagi. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu memenuhi seluruh langit, kemudian
engkau memohon ampun padaku, niscaya Aku akan mengampunimu. Wahai anak Adam,
seandainya engkau datang kepadaku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian
engkau menjumpaiku dalam keadaan tidak berbuat syirik dengan apapun niscaya aku
akan datang kepadamu dengan pengampunan sepenuh bumi pula. (HR Tirmidzi, beliau
berkata: “hadits ini hasan”) Wallohu a’lam, semoga sholawat tercurah pada nabi
Muhammad.
Hadits ini, memiliki urgensi yang secara mutlak menyampaikan kabar gembira kepada
manusia yang masih memiliki iman. Allah ingin menekankan bahwa
pengampunanNya sangatlah luas dan agar manusia selalu hidup dengan pengharapan
dan tidak putus asa atas dosa yang telah dilakukan. Dan merupakan bukti
tertulis bahwa Allah maha luas pengampunannya, maha besar kasih sayangnya meski
manusia melakukan dosa-dosa besar yang sangat Allah SWT benci sekalipun. Bahkan
Rosulullah SWT bersabda ketika menggambarkan bagaimana perasaan Allah manakala
manusia pendosa kembali bertaubat itu diibaratkan melebihi derajat nilai
kebahagiaan seorang manusia yang menemukan kembali hewan ternaknya yang
menghilang. Meskipun demikian manusia diajarkan oleh rosulullah agar tidak
terlena dalam dosa dan terhalang untuk bertaubat. Hadits ini juga menguatkan
ayat Alquran di bawah ini :
قُلْ يَاعِبَادِي الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لاَتَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang” (QS Az Zumar: 53)
Kemudian Alloh
jalla wa ‘ala berfirman pada hadits ini: “sesungguhnya jika engkau berdoa dan
berharap kepada-Ku”. Kalimat ini menjelaskan bahwa doa disertai dengan harapan
akan menyebabkan Allah SWT mengabulkan permohonan ampun. Sikap lemah dalam
berhusnudzon terhadap segala kebaikan Allah SWT adalah sikap lain yang hanya
akan merugikan manusia itu sendiri, manusia adakalanya bersikap lemah dalam
berhusnudzon, hal ini sekali lagi disebabkan oleh sifat-sifat dasar manusia
sebagaimana dicantumkan dalam Alquran, dan motivasi dari generasi para iblis
dan syetan yang membisikkan keburukan. Rosulullah SAW pernah bersabda bahwa “Alloh subhanahu
wa ta’ala berfirman: ‘Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku pada-Ku maka
hendaklah berprasangka pada-Ku sebagaimana dia kehendaki”. Sehingga sangat
dianjurkan bagi manusia untuk senantiasa mengutamakan bersikap husnudzon
billah.
Seorang
manusia yang telah bertekad untuk melakukan pertaubatan hendaknya melakukan
ibadah-ibadah qolbiyah (ibadah hati). Ibadah-ibadah hati yang dimaksudkan
adalah proses penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) yang dilalui melalui beberapa
tahapan yaitu 1. Sholat malam, 2. Dzikr, 3. Puasa, 4. Berkumpul dengan orang
sholeh, 5. Membaca alquran beserta maknanya.
Daqiqil
dalam syarahnya menjelaskan bahwa “Pengampunan
(المغفرة) memiliki makna
menutup bekas-bekas dosa di dunia dan akhirat. Pengampunan tidak sama dengan
menerima taubat, karena pengampunan memiliki makna menutup (ستر). Mengampuni sesuatu (غفر الشيء) memiliki makna menutup sesuatu (ستره). Menutup dosa-dosa memiliki makna
bahwa Alloh jalla wa ‘ala akan menutup dampak-dampak dosa di dunia dan akhirat.
Dampak dosa di dunia adalah balasan atas perbuatan dosa tersebut di dunia,
sedangkan dampak dosa di akhirat adalah balasan atas perbuatan dosa tersebut di
akhirat. Barang siapa yang memohon ampun pada Alloh jalla wa ‘ala maka dia akan
diampuni oleh Alloh. Barang siapa yang meminta pada Alloh agar Ia menutupi
dampak dosanya di dunia dan akhirat maka Alloh akan menutupinya. Alloh akan
menutup dampak dosa-dosanya dengan tidak memberikan balasan atas dosanya di
dunia dan akhirat.” Penjelasan tersebut menunjukkan betapa tingginya
kemanfaatan (benefit) dari sebuah
pertaubatan, dan jika dilakukan dengan benar, maka manusia atas izin Allah akan
terbebas dari azab di dunia dan siksaan
di akhirat sebagai konsekuensi atas dilakukannya perbuatan dosa.
Di
dalam hadits ini juga terdapat pesan yang mendorong agar manusia senantiasa
memohon ampun dengan beristighfar. Bahkan Daqiqil mengatakan meskipun manusia
telah beristighfar sedikitnya 70 kali dalam satu hari niscaya upaya tersebut
tidak sebanding dengan besarnya dosa dan kelupaan kita dalam hidup. Maka manusia
dianjurkan untuk beristighfar dan menyesal atas perbuatan-perbuatannya, dan
Allah adalah maha pengampun meski dosa manusia sebesar langit dan bumi.
Hal
tersebut berlaku hanya jika manusia tidak dalam keadaan berbuat syirik, baik
itu syirik besar, syirik kecil (sombong) yang tersembunyi ataupun yang tampak.
Kondisi ini juga harus disertai dengan hati yang ikhlas dan berorientasi hanya
kepada Allah SWT.
Hadis
ini memiliki kandungan agar manusia senantiasa memohon ampun, dengan terus
mengupayakan terpenuhinya syarat-syarat sebab diberikannya ampunan yang terdiri
dari :
1)
doa dengan diiringi harapan agar dikabulkan, dengan syarat :
konsentrasi (kehadiran hati saat berdoa) dan penuh harap, penuh keyakinan,
bersungguh-sungguh, tidak terburu-buru, dan hanya menggunakan rizeki yang
halal.
2)
Memohon ampun. Hal terpenting di dalam hidup ini adalah
memohon ampun dari segala dosa, dijauhkan dari siksa neraka dan berharap
memperoleh syurga dan semua itu hanya akan terwujud hanya dengan izin dan ridho
dari Allah SWT.
3)
Menyadari bahwa adakalanya Allah berkehendak lain sehingga doa
manusia terkadang dialihkan pada hal lain yang lebih baik, dan bersikap ikhlas
atas segala ketentuan dari Allah karena hanya Allah yang tahu apa yang terbaik
bagi manusia.
4)
Memperhatikan adab-adab dalam berdoa : didahului dengan
berwudhu dan sholat, memohon ampunan, menghadap kiblat, mengangkat kedua
tangan, membuka doa dengan pujian kepada Allah dan sholawat nabi, mengucap
sholawat nabi di pertengahan dan akhir doa, mengucapkan amin, berdoa dengan
bentuk yang umum dan tidak hanya untuk diri sendiri, berbaik sangka kepada
Allah dan berharap untuk dikabulkan, mengakui semua dosa, dan merendahkan
suara.
5)
Meminta ampun tidak peduli seburuk apa perbuatan salah dan
sebesar apapun dosa.
-Wallahualam bisshowab.-
I.
Kesimpulan
Melalui
proses pengkajian hadits arbain ke 42 ini dapat disimpulkan beberapa poin
penting yang sangat krusial dimengerti oleh manusia mengenai Allah SWT dalam
permasalahan pertaubatan. Poin-poin tersebut diantaranya adalah :
1)
Manusia pada fitrahnya adalah suci, dan cenderung
melakukan kebaikan.
2)
Akan tetapi dalam proses menjalani hidup sebagaimana
Alquran mendalilkan, bahwa manusia memiliki sifat-sifat yang menjadikannya
berpotensi untuk berbuat dosa.
3)
Kita sebagai manusia yang memiliki akal, hendaknya
senantiasa memikirkan segala tindakan yang hendak dilakukan dan dipertimbangkan
apakah tindakan tersebut termasuk kategori perbuatan yang disukai atau dibenci
oleh Allah SWT.
4)
Allah SWT memberikan mekanisme pensucian dosa melalui
pertaubatan, istighfar (mencari ampunan Allah). Taubat dan istighfar merupakan
perilaku utama seorang hamba dengan iman sejati. Taubat berarti merasakan
penyesalan terhadap perbuatan buruk yang telah dilakukan dan istighfar
merupakan bentuk penyesalan yang diekspresikan melalui kata-kata dan memohon
ampunan dari Allah.
5)
Ampunan Allah selalu dan senantiasa lebih besar dari
dosa-dosa manusia dan Allah menyenangi manusia yang segera bertaubat atas
perbuatan dosa-dosanya. Hadits ini memberikan optimisme kepada para muslim dan
muslimat bahwa selama mereka tidak menyekutukan Allah SWT mereka akan selalu
memperoleh kesempatan untuk bertaubat dan diampuni oleh Allah SWT yang maha pengasih, maha
penyayang dan maha pengampun.
Sumber
Ibnu
Daqiqil Ied. Syarhul Arbaiina Hadiitsan
An Nawawiyah. Penerjemah : Muhammad Thalib. Media Hidayah Yogyakarta :
2005. pdf
Syaikh
Shalih bin ‘Abdul Aziz Alu. Penjelasan Hadits Arba’in No. 42. Diterjemahkan
Oleh: Abu Fatah Amrulloh dari
Indra Wibowo (Pendiri Mualaf Center Indonesia). Ini 15 Sifat
Manusia dalam Alquran. Sumber : http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/14/11/09/ner00l-ini-15-sifat-manusia-dalam-alquranSunday,
09 November 2014, 08:26 WIB
No name. Syarat Taubat Atas Dosa Dengan Allah Dan
Manusia sumber online : http://www.usahataqwa.com/rohaniah/syarat-taubat. diakses
pada 15 Maret 2014. 8:29 AM.
No name. Istighfar :
seeking Forgiveness from Allah. Sumber online : http://www.teachislam.com/dmdocuments/145/Dua/Articles/Istighfar%20seeking%20Forgiveness%20from%20Allah.pdf. Diakses
pada 15 Maret 2015 : 9:33 AM